ESN, Tomohon – Komisi Pemilihan Umum ternyata bisa langsung membatalkan petahana yang terbukti melanggar undang-undang 10 tahun 2016 pasal 71, tanpa harus menunggu rekomendasi Bawaslu.
Kewenangan KPU tersebut tercatat dalam Surat Keputusan KPU NOMOR 1229 Tahun 2024 Tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Penelitian Persyaratan Administrasi Calon dan Penetapan Pasangan Calon dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Dalam Bab III huruf D surat keputusan tersebut mencantumkan aturan soal pembatalan calon peserta pemilihan. Pada angka 1 huruf D menyebutkan :
- KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat membatalkan Pasangan Calon Peserta Pemilihan dalam hal:
a. terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menyatakan orang atau lembaga terbukti memberi imbalan pada proses pencalonan gubernur dan wakil gubernur,bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota;
b. gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dangubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan
c. walikota atau wakil walikota menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Pasangan Calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tangga penetapan Pasangan Calon sampai dengan penetapan Pasangan Calon terpilih. - Dalam hal terdapat Pembatalan Pasangan Calon peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak mengubah nomor urut Pasangan Calon peserta Pemilihan yang lain.
- Pembatalan Pasangan Calon sebagai peserta Pemilihan dituangkan dalam berita acara pembatalan Pasangan Calon dan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang Penetapan Pasangan calon.
Adapun jika KPU sampai meloloskan atau menetapkan calon yang tidak memenuhi syarat, salah satunya melanggar undang-undang nomor 10 tahun 2016 pasal 71, maka KPU akan dijerat pasal pidana di undang-undang yang sama pasal 180 ayat 2.
Dalam Ayat 2 dituliskan bahwa setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam)bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta
rupiah).
Dikutip pernyataan Ketua Rakyat Antikorupsi (RAKO) Sulut Harianto SPi di salah satu media online, dia mengatakan bahwa dalam undang-undang tersebut, tidak mengatur bahwa keputusan TMS atau MS silahkan ditanya ke Bawaslu, melainkan KPU diberikan kewenangan undang-undang untuk melakukan konsultasi, koordinasi dan klarifikasi sebelum penetapan termasuk memverifikasi seluruh bukti dan informasi mengenai petahana.
“Jadi tidak ada yang namanya prosedur menyerahkan urusan ke Bawaslu. Berdasarkan bukti silahkan KPU yang putuskan. Jika buktinya vulgar tapi KPU tetap pada keputusan meloloskan petahana, maka kami akan lapor pidana, karena ancaman hukumnya jelas yaitu penjara minimal 36 bulan,” tegas Harianto.