ESN – Di tengah pemulihan industri pariwisata pasca-pandemi, pelaku bisnis travel di kawasan Asia Pasifik menghadapi lanskap yang berubah cepat—dari perubahan perilaku wisatawan hingga tekanan biaya iklan digital yang terus meningkat. Menyikapi hal tersebut, impact.com, platform manajemen kemitraan global, bersama Digital Travel Insights by WBR, meluncurkan laporan perdana bertajuk “Beyond the Booking: Where APAC Travel Brands Are Investing for Growth.”
Studi ini menyajikan wawasan mendalam dari 100 pemimpin pemasaran di Asia Tenggara serta 1.200 wisatawan dari Singapura, Australia, dan Tiongkok. Hasilnya memberikan gambaran jelas tentang bagaimana strategi pemasaran di industri pariwisata sedang ditransformasi, dari sekadar mendorong pemesanan menuju pembangunan hubungan jangka panjang berbasis kepercayaan dan pengalaman.
Dari Klik ke Kepercayaan: Paradigma Baru Pemasaran Travel
Dengan permintaan yang mulai melandai, banyak brand mulai mengalihkan fokus dari akuisisi ke retensi pelanggan (65%) dan pembangunan brand (64%). Namun, paradoksnya, iklan online masih menjadi senjata utama sebagian besar pemasar—padahal hanya 27% wisatawan Singapura dan 18% dari Australia yang mengaku mempercayai kanal ini untuk inspirasi perjalanan.
“Wisatawan sekarang lebih memilih keaslian dan transparansi,” ujar Adam Furness, Managing Director APJ impact.com. “Mereka cenderung percaya pada komunitas, konten autentik, dan rekomendasi personal, bukan iklan yang terkesan mendorong penjualan.”
Rekomendasi Teman, Bukan Banner Ads
Rekomendasi dari teman dan mulut ke mulut masih menjadi pengaruh paling kuat dalam keputusan pemesanan travel: 75% wisatawan di Tiongkok, 67,5% di Australia, dan 62,5% di Singapura mempercayai jalur ini. Namun, hanya sedikit brand yang secara aktif berinvestasi dalam kanal kepercayaan tinggi ini, yang menunjukkan adanya celah besar dalam pendekatan pemasaran mereka.
Dalam konteks ini, kemitraan dengan afiliasi, influencer, dan publisher menjadi solusi strategis. Wisatawan juga mengandalkan berbagai touchpoint seperti situs perbandingan harga (74%), OTA (65%), hingga media sosial (31%), yang memperkuat urgensi brand untuk hadir secara konsisten dan relevan di setiap tahapan perjalanan konsumen.
Kemitraan, Kunci Pertumbuhan Berkelanjutan
Di tengah tingginya biaya komisi OTA—yang bisa mencapai 30%—brand kini mulai mengalihkan anggaran ke model berbasis kinerja seperti pemasaran afiliasi. Model ini hanya membayar ketika terjadi pemesanan, sehingga lebih efisien dan sesuai dengan harapan konsumen terhadap cashback, diskon, dan program loyalitas.
Di Singapura, 63% wisatawan mempercayai influencer dan 45% mempercayai afiliasi dalam merencanakan perjalanan mereka. Angka ini bahkan lebih tinggi di Tiongkok (75% untuk influencer, 59% untuk afiliasi) dan Australia (68% dan 50%), menandakan potensi besar untuk pertumbuhan kanal ini.