Bitung – Wakil Wali Kota Bitung, Hengky Honandar SE, sekaligus calon Wali Kota Bitung menanggapi santai pelaporan sejumlah praktisi hukum terkait dugaan pelanggaran UU Pilkada.
Menurut Hengky Honandar hal tersebut lumrah dalam proses demokrasi. Setiap warga negara punya hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
“Itu bagian dari demokrasi yang harus kita hormati bersama. Tidak perlu ditanggapi berlebihan. Kita serahkan saja kepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” ujar Hengky Honandar.
Adapun pelaporan yang dilakukan oleh sejumlah praktisi hukum kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu kota Bitung terkait pelanggaran undang-undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Menanggapi hal tersebut, Vebry T Haryadi SH yang juga seorang Pratisi Hukum menerangkan bahwa pada undang-undang tersebut pasal 71 ayat 2 berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, dilarang melakukan pergantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Faktanya pada poin tersebut, Hengky Honandar selaku Wakil Wali Kota tidak pernah melakukan atau terlibat pada pelantikan yang dilakukan pada 22 Maret 2024.
“Sebagai Wakil Wali Kota Pak Hengky Honandar tidak pernah dilaporkan soal pelantikan itu. Wali Kota selaku kepala daerah dan BKD tidak pernah menginformasikan jika pelantikan. Paraf koordinasi pun tidak ada. Jadi bagian mana yang dilanggar,” kata Ketua Projo Sulaweni Utara (Sulut) dan juga Pratisi Hukum, Vebry T Haryadi SH,
Lebih lanjut Vebry menjelaskan, sebelum memutuskan untuk maju di Pilkada Kota Bitung sebagai calon Wali Kota, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait persoalan tersebut.
“Sudah dilakukan koordinasi berjenjang di Kementerian Dalam Negeri. Sudah diantisipasi sejak awal. Dan semua aman,” ujarnya.
Vebry Haryadi menambahkan, hal itu diduga sengaja dimainkan oleh petahana karena yang bersangkutan tidak bisa mencalonkan diri kembali akibat melakukan pelanggaran undang-undang Pilkada.
Pasalnya kata Vebry, yang bersangkutan jelas-jelas melanggar undang-undang tersebut. Baik soal pelantikan 22 Maret 2024 maupun rekomendasi dari beberapa lembaga negara yang tidak dilaksanakan.
“Selain persoalan pelantikan 22 Maret 2024 yang dilanggar oleh Wali Kota Bitung adapun surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor 31487/B-AK.02.02/SD/F/2022 penyelesaian permasalahan pemberhentian JPT Pratama di pemerintahan kota Bitung. Surat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) nomor B-3392/JP.01/09/2023 tentang rekomdasi pengembalian jabatan di pemerintahan kota Bitung. Surat kedua KASN nomor B-447/JP.01/02/2024 tentang penegasan tindak lanjut rekomendasi pengaduan dan penyelidikan kota Bitung. Surat Kementerian Dalam Negeri nomor 800/8299/OTDA tentang klarifikasi terhadap pengaduan terkait permasalahan kepegawaian di lingkungan pemerintah daerah kota Bitung. Terakhir surat dari Kementerian Sekretariat Negara nomor B-10/D-2/Dumas/DM.04/05/2024. Dan 5 surat dari lembaga negara tersebut, semuanya diabaikan oleh Wali Kota Bitung,” Jelas Haryadi.
Jadi soal alasan tidak majunya Wali Kota Bitung pada Pilkada 2024 karena fokus pada alasan lain itu tidak benar. Sebetulnya negara yang membatalkan pencalonan dirinya karena semua pelanggaran diatas.
“Alasan tidak maju itu hanya pengalihan isu saja, yang bersangkutan (Wali Kota Bitung _red) tidak maju karena dihalangi oleh aturan terkait banyak persoalan yang terjadi di kota Bitung,” Pungkasnya.