Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Editorial Sulut NewsMinsel

Di Balik Aroma Kelapa: Warga Tumpaan Dua Bertarung dengan Limbah Pabrik

4030
×

Di Balik Aroma Kelapa: Warga Tumpaan Dua Bertarung dengan Limbah Pabrik

Sebarkan artikel ini
Limbah dibuang di laut oleh PT Kawanua Coconut Nusantara

Minahasa Selatan – Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar muncul di atas perbukitan Tumpaan Dua, aroma khas pedesaan biasanya menyambut para warga: embun segar, dedaunan basah, dan suara ayam berkokok. Namun beberapa bulan terakhir, aroma itu tergantikan oleh bau menyengat yang menusuk hidung.

“Kalau pagi-pagi begini, kami bahkan enggan membuka jendela,” keluh seorang ibu rumah tangga sambil menutup hidung dengan sapu tangan. “Bukan aroma pagi lagi yang kami hirup, tapi bau limbah dari pabrik kelapa itu.”

Pabrik yang dimaksud adalah PT Kawanua Coconut Nusantara, sebuah perusahaan pengolahan kelapa yang berdiri di tepi Desa Tumpaan Dua, Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan. Awalnya, kehadiran pabrik ini membawa harapan: lapangan pekerjaan, peningkatan ekonomi lokal, dan janji kemajuan. Namun, seiring waktu, harapan itu mulai berganti kecemasan.

Lalat, Bau, dan Ketidakpastian

Masalah utama yang dikeluhkan warga adalah bau limbah cair dari proses pengolahan kelapa yang diduga tidak diolah dengan semestinya. Bau yang menyengat itu tidak hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga menimbulkan masalah kesehatan dan peningkatan populasi lalat.

“Dulu, anak-anak bisa bermain bebas di halaman. Sekarang, kami harus semprot dulu dengan obat serangga, lalatnya luar biasa banyak,” ungkap seorang warga lainnya.

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perusahaan tersebut menjadi sorotan. Warga menilai sistem IPAL tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Air limbah berwarna keruh yang mengalir ke sekitar lingkungan semakin memperkuat dugaan itu.

Menurut Fenly Rantung, Pengawas Kelautan dan Perikanan Minahasa Selatan, perusahaan seharusnya menjalankan uji laboratorium limbah setiap tiga bulan.

“IPAL yang baik harus menghasilkan air jernih. Kalau airnya keruh dan bau, artinya ada yang salah dalam prosesnya,” ujarnya serius.

Fenly juga mengingatkan bahwa jika terbukti membuang limbah secara sembarangan, perusahaan bisa dijerat pasal pidana berdasarkan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Ada sanksi penjara dan denda miliaran rupiah,” tambahnya.

Aktifitas di PT Kawanua Coconut Nusantara

Izin Masih Tanda Tanya

Tak hanya soal limbah, muncul pula dugaan bahwa PT Kawanua Coconut Nusantara belum sepenuhnya memiliki izin resmi atas nama perusahaan yang kini digunakan. Seorang pegawai dari Dinas Perizinan Kabupaten Minahasa Selatan menyebut bahwa perusahaan tersebut masih menggunakan dokumen lama.

“Kami mempertanyakan bagaimana bisa pabrik sebesar itu tetap beroperasi tanpa legalitas yang jelas,” ujar salah satu tokoh pemuda desa.

Warga pun menilai pemerintah daerah belum bertindak tegas. “Kami sudah menyampaikan keluhan, tapi belum ada langkah konkret dari Pemkab,” ujar warga lain yang mulai geram. “Kalau tidak ditindak, kami siap turun ke jalan.”

Suara LSM dan Seruan Tegas

Desakan untuk bertindak juga datang dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Ketua LSM LI Tipikor Sulawesi Utara, Toar Lengkong, menyampaikan kecaman keras.

“Pembuangan limbah secara sembarangan adalah pelanggaran serius, bukan hanya terhadap lingkungan tapi juga terhadap hak hidup sehat warga,” katanya. Ia menambahkan bahwa pemberian izin usaha seharusnya tidak dilakukan jika syarat-syarat teknis belum dipenuhi.

Toar mendesak agar Pemkab Minahasa Selatan, Dewan Kabupaten, dan bahkan aparat penegak hukum segera turun tangan.

“Kalau ada indikasi penyimpangan aturan, jangan ditunda-tunda. Segera tindak tegas,” tutupnya.

Di Persimpangan: Ekonomi vs Lingkungan

Kasus PT Kawanua Coconut Nusantara menjadi potret klasik persimpangan antara kebutuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Di satu sisi, pabrik ini membuka peluang kerja dan perputaran uang di desa. Namun di sisi lain, jika tak diatur dan diawasi, keberadaannya bisa menjadi bom waktu ekologis.

Kini, warga Tumpaan Dua menanti bukan hanya jawaban dari perusahaan, tapi juga keberpihakan nyata dari pemerintah. Di tengah bau limbah yang menyelimuti pagi mereka, ada harapan yang tetap menyala: bahwa suara warga kecil tetap bisa menggugah perubahan besar.

Limbah Menuju Laut: Bukti yang Tak Terbantahkan

Kekhawatiran warga soal pencemaran lingkungan bukan sekadar keluhan tanpa dasar. Bukti nyata terlihat di sebuah titik di pesisir Desa Tumpaan Dua. Sebuah saluran pembuangan dari beton tampak langsung mengarah ke laut, dengan cairan berwarna keruh mengalir darinya. Di sekitar saluran, terdapat tumpukan sampah plastik, limbah padat, dan serpihan bangunan yang memperburuk kondisi.

Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa limbah dari aktivitas industri, termasuk kemungkinan dari PT Kawanua Coconut Nusantara, telah mencemari lingkungan pesisir.

“Ini bukan hanya tentang bau lagi. Limbahnya sudah sampai ke laut. Kalau terus dibiarkan, biota laut di sini bisa mati, dan kami kehilangan sumber mata pencaharian,” ujar seorang nelayan lokal sambil menunjukkan lokasi pembuangan.

Example 120x600