Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Minsel

PT Kawanua Coconut Nusantara Diduga Cemari Lingkungan dan Belum Kantongi Izin Resmi

4032
×

PT Kawanua Coconut Nusantara Diduga Cemari Lingkungan dan Belum Kantongi Izin Resmi

Sebarkan artikel ini
Aktifitas di PT Kawanua Coconut Nusantara

ESN, Minahasa Selatan – PT Kawanua Coconut Nusantara, sebuah perusahaan pengolahan kelapa yang berlokasi di Desa Tumpaan Dua, Kecamatan Tumpaan, Kabupaten Minahasa Selatan, tengah menjadi sorotan warga setempat. Perusahaan ini diduga melakukan sejumlah pelanggaran baik terkait pengelolaan limbah maupun legalitas operasionalnya.

Salah satu masalah utama yang menuai protes adalah pengelolaan limbah cair perusahaan. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik PT Kawanua Coconut Nusantara diduga tidak memenuhi standar. Akibatnya, limbah yang dihasilkan menimbulkan bau menyengat dan memicu peningkatan populasi lalat di sekitar permukiman warga.

“Perusahaan ini berada dekat dengan permukiman warga Desa Tumpaan Dua. Bau dari limbahnya sangat mengganggu. Kami sudah sangat resah,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Selain persoalan lingkungan, warga juga menyoroti legalitas perusahaan. Diketahui bahwa PT Kawanua Coconut Nusantara diduga belum mengantongi izin resmi atas nama perusahaan saat ini dan masih menggunakan dokumen milik entitas lama. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang pegawai Dinas Perizinan Kabupaten Minahasa Selatan yang menyatakan bahwa perusahaan belum memperbarui dokumen resminya.

Warga menilai pemerintah daerah, khususnya Pemkab Minahasa Selatan, belum mengambil langkah konkret dalam menangani masalah ini.

“Jika benar perusahaan ini belum memiliki izin resmi untuk beroperasi, maka aktivitasnya seharusnya dihentikan. Jika tidak ada tindakan, kami siap menggelar aksi demo,” tegas seorang warga.

Menanggapi isu ini, Pengawas Kelautan dan Perikanan Minahasa Selatan, Fenly Rantung, mengingatkan bahwa setiap perusahaan wajib melakukan uji laboratorium terhadap limbah setiap tiga bulan dan memastikan IPAL berfungsi dengan baik.

“Limbah cair yang keluar berwarna keruh, menunjukkan dugaan bahwa proses pengolahan tidak berjalan semestinya. IPAL yang sesuai standar seharusnya menghasilkan air jernih. Jika tidak, maka sistem instalasinya bermasalah,” ungkap Fenly dalam wawancara pada Jumat (23/5/25).

Fenly menambahkan, pencemaran lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Jika pembuangan limbah dilakukan secara sengaja tanpa izin, pelakunya dapat dijerat Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar. Jika pencemaran terjadi akibat kelalaian, sanksinya lebih berat: penjara antara 3 hingga 9 tahun dan denda hingga Rp9 miliar.

Sementara itu, Ketua LSM LI Tipikor Sulawesi Utara, Toar Lengkong, juga menyuarakan kecaman keras terhadap pembuangan limbah sembarangan oleh perusahaan.

“Tindakan seperti ini bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Instansi terkait seharusnya tidak asal memberikan izin tanpa memastikan seluruh persyaratan teknis dan lingkungan telah dipenuhi,” tegas Toar.

Ia juga mendesak agar pihak-pihak terkait, termasuk Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan, DPRD, bahkan Aparat Penegak Hukum (APH), segera turun tangan untuk menyelidiki dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.

“Jika ditemukan indikasi penyimpangan aturan, maka tindakan tegas harus segera diambil,” pungkasnya.

Example 120x600