Foto Sidang Fery Tan, yang digelar di PN Manado, Kamis (17/10/2024).
ESN, Manado – Sidang perkara nomor 232 yang menyidangkan kasus dugaan tindak pidana penggelapan, kembali digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Manado, Kamis (17/10/2024).
Sidang tersebut digelar secara terbuka, dengan dihadiri Terdakwa Fery Tan, Kuasa Hukum Ferry Tan, Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan disaksikan oleh kerabat dan istri Ferry Tan dan sejumlah wartawan.
Adapun agenda sidang yaitu mendengar keterangan Terdakwa Fery Tan.
Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Letjen TNI Purn Alid Said SH, Fery Tan membantah semua tuduhan penggelapan yang diarahkan kepadanya.
Dalam keterangannya dihadapan majelis hakim, terdakwa Fery Tan mengaku, bahwa pengambilan barang berupa Aki dan Aksesoris di Toko milik saksi pelapor untuk dijual di Tomohon, diketahui dan disetujui oleh saksi pelapor.
“Persetujuan pengambilan barang oleh pelapor ada dan bukti rekaman, chat maupun cctv yang membuktikan itu ada yang mulia,” kata Fery Tan kepada Ketua Majelis hakim.
Dihadapan Ketua Majelis Hakim Ronald Massang SH MH, Fery Tan kemudian menjelaskan secara rinci kronologi permasalahan yang membawanya ke meja hijau.
Ia mengungkapkan bahwa tuduhan penggelapan ini bermula dari persetujuan pengambilan barang di Toko Gudang Aki, Malalayang, Manado pada tahun 2021.
Saat itu Fery menjabat sebagai kepala toko sejak 2017 hingga Juli 2021, serta dipercaya sebagai manajer wilayah Manado yang membawahi dua cabang di Paal 2 dan Bitung.
Fery menceritakan bahwa saat dirinya ingin membuka bengkel di Tomohon, ia meminta izin kepada Rukun Agung, pemilik Toko Gudang Aki, untuk menjual aki stok lama.
Awalnya, permintaan ini disetujui. Namun, malam harinya istri Rukun Agung menolak.
“Pak Agung kemudian meminta saya mengikuti keinginan istrinya dan mengembalikan barang-barang tersebut,” jelas Fery.
Fery menyebutkan bahwa barang yang diambil awalnya berjumlah 180 buah, namun sebagian besar sudah dikembalikan, sesuai permintaan Rukun Agung.
Namun, di tengah proses tersebut, Fery menerima telepon dari Rukun Agung yang menuduhnya membuka bisnis yang sama.
“Jadi pak Rukun Agung ini memang tidak menerima jika ada anak buahnya membuka usaha yang sama dengan dirinya,” kata Fery Tan menjelaskan.
Masalahpun semakin memanas ketika Fery diminta keluar dari toko pada 10 Juli 2021.
“Ketika saya keluar, administrasi tertunda karena COVID-19, dan tidak lama kemudian saya mendapat laporan polisi,” ujarnya.
Fery sendiri mengaku sempat dimediasi dan diminta membayar ganti rugi. Namun, nilai ganti rugi sebesar Rp 400 juta yang diminta dianggapnya tidak masuk akal.
“Jika dihitung, nilai barang-barang yang diambil tidak mencapai angka tersebut,” tegasnya.
Dalam persidangan, Fery yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Rostje Nonutu SH, dan Reynold Paat SH, mengajukan keberatan bahwa barang bukti dalam kasusnya diduga sudah bukan barang bukti yang sebenarnya.
“Saya memiliki bukti CCTV yang menunjukkan bahwa barang bukti yang diajukan dalam kasus ini tidak sesuai dengan yang sebenarnya,” ujar Fery di hadapan majelis hakim.
Selain itu, Fery mengklaim bahwa barang bukti yang diajukan bukan disita dari kepolisian, melainkan dari toko pelapor di Paal 2 Manado.
Fery juga menyebut bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) pernah menyarankan untuk melaporkan tindakan pertukaran barang bukti ini sebagai tindak pidana.
Menanggapi hal ini, Hakim Ketua Ronald Massang mengatakan bahwa pertukaran barang bukti, jika terbukti benar, dapat dilaporkan ke Propam (Profesi dan Pengamanan).
Selanjutnya, Fery sendiri menduga bahwa pelapor memiliki motif pribadi di balik laporan penggelapan ini.
“Saya yakin dia melaporkan saya karena sakit hati saya membuka usaha yang sama. Bahkan, dia pernah menyuruh adik saya untuk meminta maaf,” ungkap Fery.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi yang meringankan pada sidang berikutnya.
Ketua Majelis Hakim Ronald Massang menutup persidangan dengan menekankan pentingnya menghadirkan saksi, barang bukti dan CCTV pada persidangan selanjutnya untuk menguatkan proses pembuktian dalam perkara ini.
Kasus ini terus menarik perhatian publik, mengingat adanya tuduhan penggelapan bernilai ratusan juta rupiah, klaim penukaran barang bukti, dan dugaan motif pribadi yang melatarbelakangi laporan tersebut.
Semua mata tertuju pada kelanjutan sidang ini untuk mendapatkan kejelasan yang sebenarnya.